Percikan air, menetes dari mana entah asalnya.. Langit mendung mengurai angin yang tenang. Diam sontak diam tak terdengar apapun, hanya raung sekotak kecil terpampang di jajaran tembok mengeluarkan hawa sejuk.
. Tetesan air kembali kedalamnya, jatuh dalam genang air tak tentu banyaknya. Setiap tetes mengalir begitu saja, seakan memercikkan berbagai pengetahuan pada genangan semata.
Seandainya kita andaikan bahwa percik itu adalah seorang yang benar benar ada bukan hanya fiksi semata, mungkin semua ini akan jelas adanya, namun sayang saya hanya berada pada balik jendela dengan lingkup kursi biru tak sejawa. Perlahan tetesan itu habis, perlahan pula genangan itu menguap. Orang berlalu lalang disekitarnya, tak berharap sedikitpun terkena akan airnya, bak wakil wakil yang kita telah pilih bersama namun telah enggan siapa yang menjadikan peraduan. Sunyi, tidak tersaung oleh apa yang sedang kulihat.. Disekitar sampingku hanya terduduk diam seorang berumur sekitar 27 sampai 29 tahunan, terdengar membolak balikkan buku dihadapnya dan sesekali mebenarkan kacamata yang dikenakan. Seakan tiada harap karna mendung sore ini, tapi semua berbeda ketika cahaya matahari kembali. Masuk meringsak melalui balik kaca, melewati genangan, namun tetap takbisa kurasakan aroma cahaya itu. Sungguh klise. Berawal dari sebuah tetesan air dan genanganya. Sadar bung!! Begitu saya ditepuk pundak dari belakang oleh kawan. Seraya itupula sejoli melewati genangan.. Sayapun tak hiraukan apa yang ada di atas hati saya. Ya.. Inilah hidup, kadang kita bisa melihat sangat luas hanya dari duduk santai bahkan diatas kursi biru dengan batas kaca bening yang melontar.. Dengan setelan yang ada apanya, kita dapat dilihat. Namun apa adanya, sudah menjadi tipu muslihat..
Bersambung..
09.11.12 04:53PM Perpus pusat UGM
No comments:
Post a Comment
Pada "Comment as:" kamu bisa pilih Anonymous atau Name/URL ;)