Apr 19, 2015

Filsafat Kritik Budaya Manusia Indonesia karya Mochtar Lubis

Tampilan fisik sang buku
            Buku Manusia Indonesai yang ditulis Mochtar Lubis merupakan gambaran ciri manusia Indonesia dari berbagai pandangan. Tulisan ini memuat banyak hal yang didominasi oleh ciri negative yang dimiliki bangsa Indonesia, baik menurut bangsa asing maupun orang Indonesia sendiri.

            Berawal dari pertanyaan bagaimana sebenarnya bangsa Indonesia bermula dan seperti apakah wujud mereka. Apakah mereka seperti Arjuna dan Gatotkaca yang digambarkan laki-laki gagah perkasa, atau perempuannya seperti Srikandi dengan segala kecantikan perempuan Melayu. Orang asing yang lama tinggal di Jakarta menganggap bahwa semua manusia Indonesia sama, semuanya bisa dibeli dengan uang. Belanda di zaman VOC menganggap bahwa manusia Indonesia adalah pengkhianat, tidak bisa memegang teguh perjanjian, tidak jujur, suka berperang dan membunuh dengan segala sikap kejam lainnya. Ketika Belanda menjajah, pandangan ini sedikit berubah dengan menilai bahwa orang Indonesia bersifat hormat, tenang, dapat dipercaya, baik, royal, ramah pada tamu dan lembut tetapi tetap menganggap orang Indonesia kurang sanggup melakukan kerja otak yang tinggi, dan sedang-sedang saja dalam menjalankan ajaran agama dan semangat kerja.

            Selain itu Belanda juga mengelompokan ciri manusia Indonesia berdasarkan suku, misalnya orang Bali dianggap punya semangat hidup dan rajin bekerja namun brutal, orang Ambon dianggap pintar, cinta kemerdekaan, orang Melayu dianggap bergairah , jujur, ramah namun tertutup, kejam, dan penuh curiga. Mu Huan, seorang Cina beragama Islam yang datang ke Indonesia tahun 1416, mengelompokkan manusia Indonesia ke dalam 3 kelompok. Pertama, orang Islam yang datang dari Barat dan menetap di Indonesia. Kedua, orang Cina yang melarikan diri dan menetap di Indonesia, mereka memakai pakaian dan makanan yang baik sekali, sebagian dari mereka memeluk ajaran Islam dan menjalani ajarannya dengan baik sekali. Ketiga, orang pribumi yang buruk dan jorok, memakan makanan yang kotor dan tidak memperhatikan penampilan, berpakaian acak-acakan dan tidak memakai sandal.

            Jika kita lihat dari orang sekeliling kita, bisa dirasakan bahwa unsur animisme masih sangat kental di Indonesia, sekalipun dikatakan sudah hidup di zaman modern. Animism ini yang menyebabkan banyak masyarakat Indonesia percaya pada hal mistik, baik lahir maupun batin, sehingga orang yang dianggap ideal adalah mereka yang bekerja keras dalam hidupnya tanpa mencari keuntungan hanya berharap ridho Tuhan. Seperi itulah gambaran manusia ideal menurut kebatinan Jawa yang mampu menyerahkan segala miliknya jika diperlukan, toleransi, sabar dalam menerima cobaan hidup. Namun demikian ada juga pandangan manusia ideal menurut Pancasila, dimana ia memiliki ambisi mencapai cita-cita masa depan yang lebih baik. Hal ini menyebabkan adanya dualism keyakinan antara animism dengan kehidupan modern yang di Indonesia keduanya masih dijalani bersamaan sekalipun kadang saling bertentangan satu sama lain. 

            Kenyataaannya, manusia Indonesia secara fisik memang memiliki wajah yang cukup cantik dan tampan, bahkan beberapa bangsa lain mengakuinya. Sifat yang dimiliki pun halus, harmonis hidup dengan alam, dan kreatif yang menjadi kekuatan bangsa Indonesia saat ini, khususnya untuk seni dan budaya. Sebelum ada bahasa Indonesia, masing-masing suku di Indonesia sudah memiliki bahasa dan aksara masing-masing, bahkan mereka memiliki nilai dan norma serta tata kelola yang mengatur kehidupan masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan kelompok di zaman itu sudah sangat maju. Pengaruh agama yang datang banyak mengekang pengucapan artistik keragaman manusia kuno Indonesia. Sepanjang sejarahnya, manusia Indonesia selalu akrab dengan hidup tertindas. Mulai dari zaman kerajaan dimana raja dianggap utusan Tuhan dan berhak melakukan apa pun kepada masyarakatnya. Kerja paksa tanpa di bayar juga banyak terjadi dan para pekerja tidak bisa menuntut apa-apa.

            Dalam buku ini, pidato “Manusia Indonesia” dimuat secara lengkap, bukan ringkasan saja seperti yang dimuat media massa pada masa itu. Sifat-sifat manusia Indonesia yang dituturkan Mochtar Lubis pada pidatonya, merupakan sebuah pandangan, yang lebih tepat jika dikatakan sebagai stereotip. Sebagaimana layaknya stereotip, maka pendapat Mochtar Lubis ini tidak dapat dikatakan benar seluruhnya dan tidak pula salah seluruhnya. Karena stereotip tersebut diperoleh dari hasil dari pengalaman, prasangka, pengamatan, pemikiran serta penilaiannya secara kritis mengenai ciri-ciri manusia Indonesia.

            Secara garis besar ada enam ciri manusia Indonesia yang dikemukakan oleh Mochtar Lubis, di antaranya hipokrit atau munafik, segan dan enggan bertanggung jawab, bersikap feodal, percaya takhayul, artistik dan lemah wataknya.

Ciri pertama: Hipokrit atau Munafik
            Hipokrit atau munafik ini muncul pada karakter manusia Indonesia sejak masa feodal dan kolonial. Manusia Indonesia sering berpura-pura, lain di muka, lain di belakang. Sistem feodal dan kolonial di masa lampau menekan rakyat dan menindas segala inisiatif rakyat. Sehingga langsung atau tidak langsung, memaksa manusia Indonesia menyembunyikan apa sebenarnya yang dirasakannya, dipikirkannya, dan dikehendakinya. Semua itu disembunyikan karena takut akan mendapatkan ganjaran yang membawa bencana bagi dirinya.

Ciri kedua: Segan dan Enggan Bertanggung jawab
            Kalimat ”Bukan Saya” sering kali terlontar dari mulut manusia Indonesia. Ini menurut Mochtar Lubis merupakan bukti nyata rasa segan dan enggan bertanggung jawab memang ada dalam diri manusia Indonesia. Misalnya, jika terjadi suatu kesalahan atau kegagalan pada suatu lembaga. Maka atasan akan berkata ”Bukan Saya” lalu menggeser kesalahan ke bawahannya. Begitu seterusnya hingga jabatan terbawah. Ketika sampai pada bawahan tetap saja kata ”bukan saya” pada atasan akan berganti menjadi ”Saya hanya melaksanakan perintah dari atasan!”

Ciri ketiga: Bersikap Feodal
            Feodalisme ini ditandai dengan penguasa sangat tidak suka mendengar kritik. Sedangkan yang lain menjadi segan untuk melontarkan kritik. Manusia yang berada di kalangan atas mengharapkan agar manusia yang di bawahnya mengabdi kepadanya dengan segala bentuk. Begitu pula dengan bawahan, mereka dengan jiwa feodalnya bersedia untuk mengabdi pada yang lebih ’di atas’ tadi. Karena prinsipnya “Asal Bapak Senang”, yang penting selamat dan cari aman.

Ciri keempat : Percaya pada Takhayul
            Jika di zaman dahulu manusia percaya gunung, pohon, keris memiliki kekuatan gaib. Begitu pula dengan manusia Indonesia masa sekarang. Sampai sekarang manusia Indonesia yang modern pun, baik itu yang telah bersekolah dan berpendidikan modern sekalipun masih terus juga membuat jimat, mantra atau lambang-lambang. Manusia Indonesia sangat cenderung percaya menara, semboyan atau lambang yang dibuatnya sendiri. Misalnya, Pancasila. Manusia Indonsia tidak peduli apakah telah melaksanakan dengan baik dan benar atau belum Pancasila itu. Mereka tetap saja dengan penuh keyakinan bahwa setelah mengucapkannya maka masyarakat Pancasila itu telah tercipta.

Ciri kelima: Artistik
            Dari keenam ciri manusia yang dikemukakan Mochtar Lubis hanya ciri inilah yang merupakan ciri positif. Suatu ciri yang menarik dan mempesonakan dan merupakan sumber dan tumpuan hari depan manusia Indonesia. Manusia Indonesia hidup dengan perasaan sensualnya yang kemudian membuat daya artistik berkembang lalu tertuang dalam segala rupa ciptaan artistik. Tapi sifat artistik itu ada kelemahannya, yakni manusia Indonesia cenderung memakai perasaannya dalam berpikir dan bertindak sehingga hal itu bisa menghambat perkembangan hidupnya.

Ciri keenam : Watak yang lemah
            Manusia Indonesia menurut Mochtar Lubis mau mengubah keyakinannya agar dapat ”Bertahan”. Kegoyahan watak serupa ini merupakan akibat dari ciri manusia feodal. Dia merupakan segi lain dari sikap ABS, ciri ini termasuk ke dalam upaya untuk menyenangkan atasan dan menyelamatkan diri. Sikap menyenangkan hati antara kedua belah pihak (yang berkuasa dan yang dikuasai) itu merupakan suatu kegoyahan watak.

     Keenam ciri manusia Indonesia tersebut dipaparkan Mochtar Lubis dengan contoh-contoh yang konkrit menurutnya. Contoh-contoh ini dapat memudahkan pembaca mencerna lebih mudah ciri-ciri manusia Indonesia yang ia yakini. Di akhir pidato tersebut ia juga menambahkan saran-saran agar ciri-ciri yang negatif tersebut dapat diminimalisasi atau malah dihilangkan.

     Melalui pidatonya ini Mochtar Lubis mencoba untuk membangkitkan pemikiran kritis. Namun, sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya ciri manusia Indonesia ini hanyalah stereotip. Dari berbagai tanggapan yang ada, sekiranya dapat membantu kita untuk menganalisis dan bercermin apakah benar ciri-ciri tersebut memang ada pada diri manusia Indonesia.

     Terlepas dari benar atau salah apa yang dikemukakan Mochtar Lubis, paling tidak dapat menjadi referensi dan introspeksi. Jikalau ciri-ciri negatif tersebut memang ada dan dapat mengganggu atau pembangunan dan pertumbuhan negeri, maka harus cepat diminimalisir bahkan disingkirkan. Karena inti suatu negara bukanlah sistem, namun pembuat dan pelaksana sistemlah yang merupakan faktor penting. Semua manusia di dalamnya, yakni manusia Indonesia.




referensi lainnya Serba Sejarah , terimakasih sudah mampir :)

12 comments:

  1. terimakasih atas info nya yang sangat bermanfaat
    dan terus posting artikel artikel menarik lain nya

    ReplyDelete
  2. berita yang di tampilkan menarik
    dan menambah wawasan
    thanx gan

    ReplyDelete
  3. menarik sekali bacanya
    kadi betah diblog ini

    ReplyDelete
  4. bagus sanagt menarik untuk di baca
    thanxs gan

    terus lanjutkan

    ReplyDelete
  5. terimakasih bagus banget info nya
    ditunggu info info lain nya

    ReplyDelete
  6. terimakasih atas informasinya
    di yunggu postingan selanjutnya
    sukses terus gan

    ReplyDelete

Pada "Comment as:" kamu bisa pilih Anonymous atau Name/URL ;)