Tampilan fisik sang buku |
Buku Manusia
Indonesai yang ditulis Mochtar Lubis merupakan gambaran ciri manusia Indonesia
dari berbagai pandangan. Tulisan ini memuat banyak hal yang didominasi oleh
ciri negative yang dimiliki bangsa Indonesia, baik menurut bangsa asing maupun
orang Indonesia sendiri.
Berawal dari pertanyaan
bagaimana sebenarnya bangsa Indonesia
bermula dan seperti apakah wujud mereka. Apakah mereka seperti Arjuna dan
Gatotkaca yang digambarkan laki-laki gagah
perkasa, atau perempuannya seperti Srikandi dengan segala kecantikan perempuan Melayu. Orang asing yang lama tinggal
di Jakarta menganggap bahwa semua manusia
Indonesia sama, semuanya bisa dibeli dengan uang. Belanda di zaman VOC
menganggap bahwa manusia Indonesia
adalah pengkhianat, tidak bisa memegang teguh perjanjian, tidak jujur, suka berperang dan membunuh
dengan segala sikap kejam lainnya. Ketika Belanda menjajah, pandangan ini sedikit berubah dengan menilai bahwa orang
Indonesia bersifat hormat, tenang,
dapat dipercaya, baik, royal, ramah pada tamu dan lembut tetapi tetap menganggap orang Indonesia kurang
sanggup melakukan kerja otak yang tinggi, dan sedang-sedang saja dalam menjalankan ajaran agama dan semangat
kerja.
Selain itu Belanda juga mengelompokan ciri manusia
Indonesia berdasarkan suku, misalnya orang Bali dianggap punya semangat hidup dan rajin bekerja namun brutal,
orang Ambon dianggap pintar, cinta
kemerdekaan, orang Melayu dianggap bergairah , jujur, ramah namun tertutup, kejam, dan penuh curiga. Mu Huan,
seorang Cina beragama Islam yang datang ke Indonesia tahun 1416, mengelompokkan manusia Indonesia ke dalam 3 kelompok.
Pertama, orang Islam yang datang dari
Barat dan menetap di Indonesia. Kedua, orang Cina yang melarikan diri dan menetap di Indonesia, mereka
memakai pakaian dan makanan yang baik sekali, sebagian dari mereka memeluk
ajaran Islam dan menjalani ajarannya dengan baik sekali. Ketiga, orang pribumi
yang buruk dan jorok, memakan makanan yang kotor dan tidak memperhatikan
penampilan, berpakaian acak-acakan dan tidak memakai sandal.
Jika kita lihat dari
orang sekeliling kita, bisa dirasakan bahwa unsur animisme masih sangat kental
di Indonesia, sekalipun dikatakan sudah hidup di zaman modern. Animism ini yang
menyebabkan banyak masyarakat Indonesia percaya pada hal mistik, baik lahir
maupun batin, sehingga orang yang dianggap ideal adalah mereka yang bekerja
keras dalam hidupnya tanpa mencari keuntungan hanya berharap ridho Tuhan.
Seperi itulah gambaran manusia ideal menurut kebatinan Jawa yang mampu
menyerahkan segala miliknya jika diperlukan, toleransi, sabar dalam menerima
cobaan hidup. Namun demikian ada juga pandangan manusia ideal menurut
Pancasila, dimana ia memiliki ambisi mencapai cita-cita masa depan yang lebih
baik. Hal ini menyebabkan adanya dualism keyakinan antara animism dengan kehidupan
modern yang di Indonesia keduanya masih dijalani bersamaan sekalipun kadang saling
bertentangan satu sama lain.
Kenyataaannya, manusia
Indonesia secara fisik memang memiliki wajah yang cukup cantik dan tampan,
bahkan beberapa bangsa lain mengakuinya. Sifat yang dimiliki pun halus, harmonis
hidup dengan alam, dan kreatif yang menjadi kekuatan bangsa Indonesia saat ini,
khususnya untuk seni dan budaya. Sebelum ada bahasa Indonesia, masing-masing
suku di Indonesia sudah memiliki bahasa dan aksara masing-masing, bahkan mereka
memiliki nilai dan norma serta tata kelola yang mengatur kehidupan masyarakat.
Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan kelompok di zaman itu sudah sangat maju.
Pengaruh agama yang datang banyak mengekang pengucapan artistik keragaman
manusia kuno Indonesia. Sepanjang sejarahnya, manusia Indonesia selalu
akrab dengan hidup tertindas. Mulai dari zaman kerajaan dimana raja dianggap
utusan Tuhan dan berhak melakukan apa pun kepada masyarakatnya. Kerja paksa
tanpa di bayar juga banyak terjadi dan para pekerja tidak bisa menuntut
apa-apa.
Dalam buku
ini, pidato “Manusia Indonesia” dimuat secara lengkap, bukan ringkasan
saja seperti yang dimuat media massa pada masa itu. Sifat-sifat
manusia Indonesia yang dituturkan Mochtar Lubis pada pidatonya, merupakan sebuah pandangan, yang lebih tepat jika
dikatakan sebagai stereotip. Sebagaimana layaknya stereotip, maka pendapat
Mochtar Lubis ini tidak dapat dikatakan benar seluruhnya dan tidak pula salah seluruhnya.
Karena stereotip tersebut diperoleh dari hasil dari pengalaman, prasangka, pengamatan,
pemikiran serta penilaiannya secara kritis mengenai ciri-ciri manusia Indonesia.
Secara garis
besar ada enam ciri manusia Indonesia yang dikemukakan oleh Mochtar Lubis, di antaranya
hipokrit atau
munafik, segan dan enggan bertanggung jawab, bersikap feodal, percaya takhayul,
artistik dan lemah wataknya.
Ciri
pertama: Hipokrit atau Munafik
Hipokrit atau munafik ini muncul pada karakter manusia Indonesia sejak
masa feodal dan kolonial. Manusia Indonesia sering berpura-pura, lain
di muka, lain di belakang. Sistem feodal dan kolonial di masa lampau menekan
rakyat dan menindas segala inisiatif rakyat. Sehingga langsung atau tidak
langsung, memaksa manusia Indonesia menyembunyikan apa sebenarnya
yang dirasakannya, dipikirkannya, dan dikehendakinya. Semua itu disembunyikan
karena takut akan mendapatkan ganjaran yang membawa bencana bagi dirinya.
Ciri kedua:
Segan dan Enggan Bertanggung jawab
Kalimat ”Bukan Saya” sering kali terlontar dari mulut manusia Indonesia.
Ini menurut Mochtar Lubis merupakan bukti nyata rasa segan dan enggan bertanggung
jawab memang ada dalam diri manusia Indonesia. Misalnya, jika terjadi
suatu kesalahan atau kegagalan pada suatu lembaga. Maka atasan akan berkata
”Bukan Saya” lalu menggeser kesalahan ke bawahannya. Begitu seterusnya hingga
jabatan terbawah. Ketika sampai pada bawahan tetap saja kata ”bukan saya” pada
atasan akan berganti menjadi ”Saya hanya melaksanakan perintah dari atasan!”
Ciri ketiga:
Bersikap Feodal
Feodalisme ini ditandai dengan penguasa sangat tidak
suka mendengar kritik. Sedangkan yang lain menjadi segan untuk melontarkan
kritik. Manusia yang berada di kalangan atas mengharapkan agar manusia yang di
bawahnya mengabdi kepadanya dengan segala bentuk. Begitu pula dengan bawahan,
mereka dengan jiwa feodalnya bersedia untuk mengabdi pada yang lebih ’di atas’ tadi.
Karena prinsipnya “Asal Bapak Senang”, yang penting selamat dan cari aman.
Ciri keempat
: Percaya pada Takhayul
Jika di zaman dahulu manusia percaya gunung, pohon,
keris memiliki kekuatan gaib. Begitu pula dengan
manusia Indonesia masa sekarang. Sampai sekarang
manusia Indonesia yang modern pun, baik itu yang telah bersekolah dan
berpendidikan modern sekalipun masih terus juga membuat jimat, mantra atau
lambang-lambang. Manusia Indonesia sangat cenderung percaya menara,
semboyan atau lambang yang dibuatnya sendiri. Misalnya, Pancasila. Manusia
Indonsia tidak peduli apakah telah melaksanakan dengan baik dan benar atau
belum Pancasila itu. Mereka tetap saja dengan penuh keyakinan bahwa setelah mengucapkannya
maka masyarakat Pancasila itu telah tercipta.
Ciri kelima:
Artistik
Dari keenam ciri manusia yang dikemukakan Mochtar
Lubis hanya ciri inilah yang merupakan ciri positif. Suatu ciri yang menarik
dan mempesonakan dan merupakan sumber dan tumpuan hari depan
manusia Indonesia. Manusia Indonesia hidup dengan perasaan
sensualnya yang kemudian membuat daya artistik berkembang lalu tertuang dalam
segala rupa ciptaan artistik. Tapi sifat artistik itu ada kelemahannya, yakni
manusia Indonesia cenderung memakai perasaannya dalam berpikir dan bertindak
sehingga hal itu bisa menghambat perkembangan hidupnya.
Ciri keenam
: Watak yang lemah
Manusia Indonesia menurut Mochtar Lubis mau
mengubah keyakinannya agar dapat ”Bertahan”. Kegoyahan watak serupa ini
merupakan akibat dari ciri manusia feodal. Dia merupakan segi lain dari sikap
ABS, ciri ini termasuk ke dalam upaya untuk menyenangkan atasan dan
menyelamatkan diri. Sikap menyenangkan hati antara kedua belah pihak (yang
berkuasa dan yang dikuasai) itu merupakan suatu kegoyahan watak.
Keenam ciri manusia Indonesia tersebut
dipaparkan Mochtar Lubis dengan contoh-contoh yang konkrit menurutnya.
Contoh-contoh ini dapat memudahkan pembaca mencerna lebih mudah ciri-ciri
manusia Indonesia yang ia yakini. Di akhir pidato tersebut ia juga
menambahkan saran-saran agar ciri-ciri yang negatif tersebut dapat
diminimalisasi atau malah dihilangkan.
Melalui
pidatonya ini Mochtar Lubis mencoba untuk membangkitkan pemikiran kritis.
Namun, sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya ciri
manusia Indonesia ini hanyalah stereotip. Dari berbagai tanggapan yang
ada, sekiranya dapat membantu kita untuk menganalisis dan bercermin apakah
benar ciri-ciri tersebut memang ada pada diri manusia Indonesia.
Terlepas
dari benar atau salah apa yang dikemukakan Mochtar Lubis, paling tidak dapat
menjadi referensi dan introspeksi. Jikalau ciri-ciri negatif tersebut memang
ada dan dapat mengganggu atau pembangunan dan pertumbuhan negeri, maka harus
cepat diminimalisir bahkan disingkirkan. Karena inti suatu negara bukanlah
sistem, namun pembuat dan pelaksana sistemlah yang merupakan faktor penting.
Semua manusia di dalamnya, yakni manusia Indonesia.
terimakasih atas info nya yang sangat bermanfaat
ReplyDeletedan terus posting artikel artikel menarik lain nya
siap, terimakasih :)
Deleteberita yang di tampilkan menarik
ReplyDeletedan menambah wawasan
thanx gan
siap sama sama :)
Deletemenarik sekali bacanya
ReplyDeletekadi betah diblog ini
bagus deh info nya
ReplyDeletelanjutkan terus gan
bagus sanagt menarik untuk di baca
ReplyDeletethanxs gan
terus lanjutkan
terima kasih sudah mampir membaca :)
Deleteterimakasih bagus banget info nya
ReplyDeleteditunggu info info lain nya
terima kasih sudah mampir ke blog saya :)
Deleteterimakasih atas informasinya
ReplyDeletedi yunggu postingan selanjutnya
sukses terus gan
bagus bagus pembahasan nya
ReplyDelete